Minggu, 14 Desember 2014

PUTUSIBAU, KEINDAHAN ALAM

PUTUSSIBAU, keindahan sudut kota.

Sebagai pelengkap perjalanan ke kota Putussibau yang merupakan  kali pertama penulis mengunjungi kota tersebut, tak lupa bertanya apa yang dapat kami lihat bila berkunjung, dari beberapa orang yang pernah berkunjung kesana menyatakan tempat yang untuk melihat pemandangan ada di Danau Sentarum, yaitu danau yang menyimpan banyak habitat sumberdaya air khususnya ikan arwana.

Awalnya penulis sedikit kecewa karena jarak dari kota Putussibau ke danau sentarum cukup jauh dan juga perlu adanya pendamping dari orang yang mengenal daerah tersebut, sedangkan penulis Widya Sananda dan R. Hariyadi keduanya belum sekalipun menginjakan kaki di Kabupaten Kapuas Hulu apalagi ke Danau Sentarum yang namanya sering di dengar termasuk saat menulis artikel tentang Akil Muchtar Ketua Mahkamah Konstitusi yang terkena kasus di KPK.

Saat akan mendarat di bandara Pangsuma Putussibau, penulis telah disuguhkan pemandangan yang indah kota Putussibau yang tampak dari jendela pesawat udara yang penulis tumpangi, pemadangan kota kecil dengan deretan rumah yang dikelilinggi oleh hamparan sawah menandakan adanya kehidupan yang asri dengan suasana khas alam kabupaten ter”ujung” dari provinsi Kalimantan Barat dengan suasana alam yang natural dari masyarakat di kota Putussibau.

Setelah melakukan kunjungan kerja sebagai tugas pokok perjalan kali ini, penulis mencoba melakukan “investigasi” yaitu berjalan menyusuri jalan Kom. Yos Sudarso jalan utama kota Putussibau, sesaat kemudian terdengar adzan untuk sholat ashar di Masjid agung Darunnajah, disinilah kami bisa berjumpa dengan Bapak Bapak Muhammad Sukri yang juga sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Kapuas Hulu, beliau telah menjelaskan sebagian kondisi kota Putussibau untuk dapat kami lihat dan nikmati.

Dari masjid inilah, kiranya Allah Yang Maha Pencipta memberikan jalan kepada penulis untuk dapat melihat secara utuh kehidupan kota Putussibau, setelah sholat ashar penulis sempat berbincang dengan pengurus masjid yang mengetahui benar kondisi di kota Putussibau, berkat jasa beliaulah kami dapat dipertemukan dengan salah satu kerabat penulis yaitu Bapak M. MAULUDDIN yang kebetulan merupakan staf Pemda Kabupaten Kapuas Hulu, dengan dengan melalui perkenalan dan penyambung silaturahhim inilah penulis mengetahui lebih banyak kondisi kota Putussibau dan juga Kabupaten Kapuas Hulu.

Taman Kota Putussibau.
Merupakan tempat yang menarik penulis untuk mengabadikannya, letaknya persis dipinggir Sungai Kapuas, di depan rumah dinas Bupati Kapuas Hulu dengan pemandangan berlatar belakang jembatan Kapuas Hulu yang menghubungkan kota Putussibau dengan kota disekitarnya.


Pesona alam yang dapat dilihat penulis disaat itu matahari barat mulai condong tampak lembayung senja yang indah diantara jembatan Kapuas Hulu, penulispun mengabadikan moment keindahan sudut kota Putussibau matahari tenggelam dengan sinar peraknya menambah keindahan aliran Sungai Kapuas.
Kondisi Taman yang cukup bersih dan menyenangkan sebagai salah satu tempat rekreasi masyarakat kota Putussibau, di sore itu tampak adanya warung tempat bersantai dengan beberapa jenis makanan dan minuman terutama Kerupuk Basah makanan khas Kapuas Hulu tentunya.

Dipinggir sungai terlihat beberapa speedboat yang dapat disewa untuk melihat keindahan sungai Kapuas, namun terdapat pula beberapa perahu nelayan dari luar kota Putussibau yang terbanyak adalah nelayan dari daerah Jorong, mereka hidup dan tinggal diatas perahu sekaligus tempat mereka mengumpulkan ikan yang akan dijual didaerah Putussibau, dengan jenis ikan yang banyak penulis lihat adalah ikan Toman sebagai bahan baku “Kerupuk Basah” yang terkenal.


Dekat Taman Kota Putussibau terdapat pasar tradisional yang cukup ramai dipagi hari dan kalau sore hari banyak yang tutup, sehingga jalan M. Dahar dimana pasar berada terasa lenggang, namun sore itu disekitarnya sudah mulai tampak buah durian yang dijual, salah satu buah yang tumbuh di Kapuas Hulu yang rasanyapun tidak kalah dengan durian yang dijual di kota Pontianak.

Taman Makam Pulau Silangi atau Pulau Sibau.
Merupakan pulau kecil yang dialiri oleh sungai sibau sehingga letaknya terputus dengan kota Putussibau, di area pulau yang tidak berpenduduk hanyalah berisikan makam masyarakat kota Putussibau, yang masyarakat menyebutnya sebagai Taman Makam Pulau Sibau atau Pulau Selangi.

Berdasarkan cerita masyarakat, konon menuju area makam tersebut dahulunya bisa dilewati dengan berjalan kaki karena air Sungai Sibau masih dangkal, namun sekarang akibat dari abrasi sungai mengakibatkan pulau itu semakin melebar walau jaraknya sepintasan dilihat oleh mata, namun untuk mengunjunginya harus menaiki perahu kecil atau sampan, disebabkan kedalaman airnya tidak bisa di lewati perahu besar, inilah petualangan penulis menaiki sampan kecil di Kalimantan.

Penulis mengunjungi taman makam di pulau kecil tersebut dengan diantar oleh Bapak Mauluddin, yang sekaligus mengunjungi makam kakek beliau yang juga kakek penulis dari garis ibu yaitu makam almarhum M. Dahar, yang dikenal dengan panggilan Datok atau Guru Satu, dikarenakan merupakan guru yang dihormati pada saat almarhum menjadi Guru dan selalu mengajar di kelas satu Sekolah Rakyat dimasa hidup almarhum, dan konon sekolah beliau tersebut merupakan cikal bakal berdirinya SDN I Putussibau.

Untuk mengenang jasa almarhum M. Dahar maka oleh Pemda Kota Putussibau nama beliau diabadikan sebagai nama jalan di samping pasar dan jalan menuju arah sungai tempat penulis akan menyeberangi Sungai Sibau ke tempat pemakaman, dikarenakan rumah almarhum awalnya memang berada di jalan M. Dahar tersebut.
Taman makam ini merupakan tempat pemakaman lama, yang terdiri dari pemakaman etnis Dayak, etnis Tionghoa dan masyarakat Muslim, dengan pembatas tembok yang membagi areal ke-3 dari masing-masing pemeluk keyakinan, areal ini selalu ramai pada saat hari raya kepercayaan masing-masing etnis tersebut, karena sanak kerabat akan datang dan membersihkan areal makam sebagai penghormatan kepada leluhur, itulah salah satu bentuk toleransi beragama di kota Putussibau yang telah dilakukan pada puluhan tahun yang lalu.

Tugu Batas dan Hamparan sawah.
Perjalanan melihat sudut kotapun semakin jauh, menyusuri jalan kearah Sintang telah mempertemukan kami berdua dengan Tugu Batas Kota Putussibau, letaknya memang lumayan jauh dari kota dan disepanjang jalan yang dilalui masih terbentang tanah kosong walau sebagian sudah tampak mulai melakukan pembangunan atau perkebunan diantara tanah yang bergambut, kemungkinan besar daerah ini nantinya akan tumbuh untuk dapat meningkatkan roda perekonomian di wilayah sekitar kota Putussibau.


Sekembalinya dari Tugu Batas kota, kami berkesempatan menikmati alam asri kota Putussibau yang letaknya sekitar belakang arah runway pesawat di Bandara Pangsuma, disini penulis disuguhkan hijaunya persawahan dengan jembatan gantung yang cukup menegangkan, karena saat berjalan terasa goyang dan getarnya disertai bunyi kayu yang terinjak roda kendaraan motor, terlebih lagi bila saat berpapasan ditengah jembatan yang lumayan panjangnya, inilah keramahan panorama alam kota Putussibau yang diperoleh penulis dan indahnya sudut kota Putussibau memberikan kesan tersendiri....







Wied-Sand-Des2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar